Anak Gunung Krakatau aktif sekali mengeluarkan kembang api

Di Anak Gunung Krakatau
Binatang Spesies Baru pun Bermunculan

Inginkah Anda menyaksikan kembang api yang dimuntahkan kerucut Anak
Gunung Krakatau? Kalau cuaca malam sedang cerah, keinginan Anda itu
bisa mudah terpenuhi tanpa menyaksikan dari dekat di kawasan Krakatau.
Caranya, datang saja ke obyek wisata Pantai Carita di Pandeglang, atau
ke obyek wisata sekitar Pantai Pasir Putih di Kalianda, Lampung
Selatan. Dari bibir pantai kedua lokasi wisata di Banten dan Lampung
Selatan itu, Anda akan menyaksikan betapa kerucut Anak Gunung Krakatau
aktif sekali mengeluarkan kembang api.

Tapi, jangan berharap keinginan Anda itu bisa terpenuhi bila
menyaksikan siang hari. Soalnya, pada siang hari yang tampak justru
cuma kepulan asap tebal. Bila cuaca sedang berkabut, pasti kepulan asap
itu pun tak mudah terlihat. Mungkin karena itu, Dadang (23) mahasiswa
Institut Pertanian Bogor kesal. Pemuda asal Bandung ini datang
berombongan ke Pantai Carita, pekan lalu. Tapi karena siang dan penuh
kabut, keinginannya melihat kembang api dari mulut gunung api itu tak
terpenuhi. Ia kemudian mendatangi Pemda Pandeglang dan Kantor Taman
Nasional Ujung Kulon di Labuan. Maksudnya minta izin ke Krakatau.
Hasilnya, petugas yang ditemui malah memarahinya. "Mau cari bahaya?
Sekarang, siapapun wisatawan di larang ke Krakatau karena gunung itu
tiap hari menyemburkan lava pijar," tutur seorang petugas Taman
Nasional Ujung Kulon mengingatkan. "Krakatau sekarang sedang tidak
bersahabat untuk didekati pengunjung. Makanya tak boleh sembarang orang
ke sana. Kalau mau lihat api gunung itu, datang saja ke Pantai Carita.
Bila udara lagi cerah pasti kelihatan," tambah petugas itu lagi.

Setelah menuruti petunjuk itu, Dadang baru percaya. "Gunung api itu
memang sedang aktif. Saya mencatat rata-rata setiap 10 menit
mengeluarkan api ke udara ... " katanya kepada penulis. Pemda
Pandeglang memang melarang warganya ke Krakatau. Larangan serupa juga
diberikan Pemda Serang serta Pemda Lampung Selatan. Alasannya, menurut
sejumlah pejabat di Banten dan Lampung Selatan, karena Anak Gunung
Krakatau akhir-akhir ini makin sering memuntahkan lahar panas. Bila
mengenai orang, pasti lahar tersebut akan mencelakakan. Karena itu
wisatawan tak diberi izin (untuk sementara waktu) ke Krakatau.
Tamu-tamu khusus yang diberi izin ke kawasan yang masuk dalam wilayah
administrasi Pemda Propinsi Lampung itu, dibatasi hanya pada peneliti,
ilmuwan atau petugas gunung api.

Suherlan, seorang pejabat dari Kantor Bupati Lampung Selatan juga
menginformasikan adanya larangan untuk sementara waktu pemberian izin
bagi wisatawan yang ingin ke Krakatau. "Soalnya, situasi Krakatau
sekarang saat ini sedang tidak tepat untuk dikunjugi wisatawan,"
ujarnya. Itu sebabnya, Suherlan menyatakan kegembiraannya beberapa
radio swasta dan koran-koran lokal terbitan Lampung dan Banten,
belakangan ini juga gencar memuat larangan dan keadaan terakhir
mengenai Anak Gunung Krakatau.

Sementara
Sifat larangan itu cuma sementara, memang. Tapi menurut beberapa
pejabat di Banten, laragan itu perlu diindahkan mengingat faktor alam,
seperti misalnya tentang aktivitas Krakatau, tak bisa diramalkan
sepenuhnya berdasarkan teori. "Betul, banyak ahli gunung api yang
bilang Krakatau tak mungkin meletus lagi sehebat tahun 1883. Tapi,
itukan perkiraan berdasarkan teori. Bila saja terjadi sewaktu-waktu
gunung itu meletus hebat lagi dan menimbulkan kerugian besar. Nah,
untuk mengantisipasi hal itulah, wisatawan sekarang ini dilarang dulu
ke Krakatau," ujar Suherlan.

Aktivitas pemuntahan lahar panas dan kembang api di kawasan
Krakatau sekarang ini, seluruhnya terpusat di kerucut Anak Gunung
Krakatau. Kerucut Anak Gunung Krakatau terbentuk menjadi gunung api
sekitar tahun 1928. Lokasinya pas di tengah bekas kerucut Gunung
Krakatau yang meletus tahun 1883. Pada tahun 1933, tinggi kerucut Anak
Gunung Krakatau mencapai sekitar 100 meter, panjang 1.200 meter dan
lebar 950 meter. Tahun 1987 tingginya 210 meter dan sekarang, menurut
penelitian Prof Ueda Nakayama dari Jepang mencapai 260 meter. Anak
Krakatau ini pun tergolong gunung yang rajin merepotkan ahli gunung
api. Buktinya, sejak tahun 1933 sudah sering mengeluarkan kepulan asap
tebal.

Di tahun 1972 warga Banten, terutama sekali yang tinggal di pesisir
Selat Sunda dibuat cemas karena gunung ini meletus cukup besar. Tahun
1975 meletus lagi sampai tahun 1978 tak henti-hentinya mengeluarkan
kepulan asap. Tahun 1984 kawah yang ada di Anak Gunung Krakatau
mengering dan tak mengepulkan asap. Pada tahun itulah Prof IWB Thornton
ahli Zoologi dari Universitas La Trobe Australia, ketika bersama
rombongan ilmuwan dari negara-negara maju meneliti alam Krakatau,
menemukan beberapa binatang dan tumbuhan spesis baru, di antaranya
kelelawar (megaderma spasma) ular terbang (chrysopelia paradisi), tokek
atau cecak besar (gecko-gecko) babi, tumbuhan cemara, sejenis rumput
laut, kupu-kupu dan masih banyak lagi.

Para ahli biologi dari LIPI yang menyertai kegiatan ilmiah Prof
Thornton itu menilai seluruh binatang dan tumbuhan spesis baru tersebut
hidup di Anak Gunung Krakatau melalui kiriman angin, terbawa hanyut
arus Selat Sunda atau terdampar bersama batang-batang kayu yang
terkatung-katung di Samudera Hindia. Pada tahun 1992, tatkala Anak
Gunung Krakatau aktif lagi mengeluarkan lahar panas dan kepulan asap
tebal, sebagian besar binatang dan tumbuhan spesis baru itu hilang.
Mungkin saja mati tertimbun lahar panas,atau oleh sebab lain. Yang
jelas, menurut Prof IWB Thornton pekan lalu, keadaan alam Anak Gunung
Krakatau, sekarang ini benar-benar berbeda seperti pada keadaan 5
sampai 10 tahun lalu.

"Di tahun 1984, pesisir barat Anak Gunung Krakatau penuh tumbuhan
cemara dan tumbuhan perdu. Semua itu kini tak ada lagi. Yang kelihatan
justru tumpukan batu apung," ujarnya. Keadaan tersebut, menurut
penelitian ahli Zoologi penggemar udang karang itu akan bertahap selama
Anak Gunung Krakatau masih terus mengeluarkan lahar panas dan endapan
vlkanik lainnya. Bila lahar panas tak dikeluarkan lagi, juga tak
mengepulkan asap tebal, maka binatang serta tumbuhan yang pernah hidup
di Anak Gunung Krakatau akan berdatangan lagi.

Sekarang ini tumbuhan dan binatang spesis baru tersebut tampak pula
di beberapa pulau sekitar Anak Gunung Krakatau. Di Pulau Rakata
misalnya, jumlah babi serta ular terbang cukup banyak. Begitu pula
cecak besar dan cemara. Besar kemungkinan tumbuhan dan binatang itu,
mulanya berdatangan dari Anak Gunung Krakatau. Bisa juga binatang itu
proses kedatangannya dikirimkan angin, terbawa arus Selat Sunda atau
sebab lain.

"Yang jelas, bagi kami para peneliti, keadaan alam di sekitar
Krakatau ini menarik sekali dipelajari. Itulah yang menyebabkan tiap
tahun banyak peneliti datang ke Krakatau. Bahkan saya dan kawan-kawan
akan memperjuangkan agar PBB menjadikan Krakatau sebagai pusat
penelitian biologi, kelautan, vulkanologi dan lain-lain," tambahnya.

Gagasan itu juga didukung oleh beberapa LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) yang bergerak di sektor lingkungan hidup di daerah Banten
dan Lampung.